Wednesday, February 6, 2013

Guru, Pendidikan dan Permasalahannya

Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah. Tanggung jawab serta profesionalisme menjadi tuntutan mutlak yang harus dipenuhi. Pendidikan tinggi bukan jaminan seorang guru dapat dikatakan sebagai guru profesional, namun menurut penulis seseorang yang ingin menjadi guru harusnya memiliki bakat alami menjadi seorang pendidik.

Sebelum kita bagas lebih lanjut sebaiknya kita pahami dulu definisi Guru. Guru (dari Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.



Secara umum Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.

Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran sepuluh guru Sikh. Hanya ada sepuluh guru dalam agama [Sikh]. Guru pertama, Guru Nanak Dev adalah pendiri agama ini.

Orang India, China, Mesir, dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dari definisi diatas sudah sangat jelas dapat kita simpulkan bahwa guru adalah seseorang yang mengajarkan sesuatu hal yang baru atau dengan kata lain mentransfer ilmu dengan cara mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan seseorang baik secara formal maupun informal.

Dewasa ini guru merupakan hal pokok keutuhan sebuah negara. Guru dianggap sebagai pejuang ulung yang mempunyai andil dalam menciptakan generasi-generasi calon pemimpin yang berkualitas.

Dalam ilmu pendidikan yang menjadi acuan keberhasilan seorang guru dapat ditentukan berdasarkan sikap dan perilaku anak-anak didiknya. Ujian Nasional (UAN) Bukanlah alat yang pas untuk mengukur keberhasilan seorang guru mentransfer ilmu yang dimilikinya. Penulis beranggapan ujian nasinal itu adalah sesuatu hal yang mubazir. Karena tingkat keberhasilan seorang anak tidak bisa diukur dengan ujian nasional.

Penilaian seorang anak berhasil atau tidak dalam menyelesaikan studynya hanya bisa dilakukan oleh guru yang berhadapan atau terlibat langsung dalam proses pembelajaran dengan mempertimbangkan kreatifitas, bakat, kemapuan masing-masing peserta didik dalam dalam menerima dan mengembangkan apa yang mereka telah dapatkan.

Menjadi seorang guru bukan sebuah tugas yang teramat gampang. Karena guru mempunyai tanggung jawab yang cukup besar dalam menciptakan bibit manusia manusia yang mempunyai kualitas dan kuantias serta mampu bersaing di era teknologi informasi dan komonikasi yang semakin maju.

Untuk menunjang keberhasilan pendidikan disekolah sebenarnya perlu mendapatkan apresiasi yang cukub besar dari semua kalangan, termasuk pemerintah.Bukan hanya perbaikan kesejahteraan tenaga pengajar yang bertugas langsung disekolah namun termasuk juga perbaikan dan pengadan fasilitas-fasilitas lainnya yang mapu menunjang aktifitas seorang guru di sekolah. Pemerintah jangan hanya menuntut seorang guru menjadi tenaga pendidik profesional namun fasilitas penujang untuk menuju kearah sana tidak pernah diberikan. Pemerintah seharusnya sadar bahwa negara Indonesia bukan pulau jawa saja. Negara kita terdiri dari banyak pulau besar dan kecil.

Saat ini pemerintah melalui Menteri Pendidikan sedang gencar-gencarnya menyusun kurikulum baru 2013 yang menurut penulis adalah salah satu tindakan bodoh yang paling tidak efektif. Mengapa demikian ? penulis beranggapan seharusnya pemerintah tidak ikut campur dalam penyusunan kurikulum. Kurikulum seharusnya disusun dan di tetapkan pemberlakuannya oleh sekolah itu sendiri. Hal ini disebabkan karena karakter peserta didik disekolah yang berbeda-beda dan yang mengetahui keadaan sekolah tersebut hanyalah sekolah atau guru yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

Pemerintah seharusnya hanya berfungsi membimbing dan mendukung guru dalam penyusunan kurikulum baik melalui bimbingan dan pelatihan serta pengadaan sarana dan prasarana penunjang dalam proses berlajar mengajar disekolah.

Kesalahan terfatal di negeri ini pemerintah tidak mau ambil pusing menghadapi keluhan-keluhan guru. Pemerintah cuma menampung dan mengabaikan semua masalah-masalah yang di hadapi oleh guru. Parahnya lagi pemerintah menetapkan keputusan tanpa melalui proses dialog dengan orang-orang yang akan menjalankan keputusan tersebut. Pemerintah hanya melakukan survei itu pun surveinya hanya dilakukan di pulau jawa saja atau di beberapa sekolah yang daya serap peserta didiknya cukup tinggi. Pemerintah seolah tidak memperdulikan sekolah-sekolah daya serap peserta didiknnya dibawah standar rata-rata. Jika hal ini terus terjadi penulis mengkhawatirkan kualitas manusia yang dihasilkan akan jauh dari yang di harapkan.

Menurut pengamatan penulis yang mengurusi pendidikan dan segala aspek permasalahannya adalah orang-orang yang berkecimpung, memahami dan pernah merasan menjadi seorang guru. Bukan orang-orang dari partai politik yang sama sekali tidak mempunyai dasar dalam bidang pendidikan. Pemerintah seharusnya mengetahui pendidikan bukanlah permainan yang ditujukan untuk mengenyangkan perut-perut partai politik dan pengurusnya.

Guru adalah sosok yang sangat berperan dalam membangun mental dan karakter seorang peserta didik. Pendidikan khususnya di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama seharusnya lebih menekankan pada konsep dasar yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1954. hal ini bertujuan agar nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dapat diterapkan peserta didik sehingga tercipta manusia-manusia yang saling menghargai, dan mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi dalam membela dan mepertahankan negaranya.

Yang penulis sangat sayangkan, pada saat ini pendidikan yang mengenalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sudah tidak pernah di masukkan dalam hal penyusunan kurikulum. Dan hasilnya pun dapat kita lihat bersama Iptek manusia semakin maju dan rasa cinta kepada negeri sendiri semakin menurun. Anak jaman sekarang juga tak memiliki rasa saling menghargai antar sesama, menghormati yang lebih tua, menghargai pendapat orang lain dan juga tidak memahami apa yang terkandung dalam Butur-Butir Pancasila. Hal ini disebabkan karena kurikulum yang ditetapkan pemerintah tidak mencakup semua niliai-nilai yang ada dalam pancasila.

Pemerintah jangan pernah menyalahkan masyarakat yang berjuang mendirikan negara sendiri. Jangan pernah juga menyalahkan orang-orang pintar di negeri ini lebih memilih berkariri di negeri orang dari pada berkarir dinegeri sendiri.

Jika hal ini dibiarkan terus terjadi, sepertinya runtuhnya Negara Republik Indonesia yang dibagun oleh para pejuang dengan mengorbankan nyawa mereka tinggal menunggu waktu saja.

11 comments:

  1. Negeri ini terlalu banyak orang pintar, tapi sedikit orang yang Bijak.
    Negeri ini penuh dengan orang Cerdas, tapi sedikit orang yang mau peduli.
    Negeri ini penuh dengan orang yg Idealis, tapi Sedikit orang yang mau bertindak Benar.

    [Salam lestari buana nusantara]

    ReplyDelete
    Replies
    1. ye betul itu hehehe...
      terimakasih sudah berkonjung :)

      Delete
  2. saya sependapat dengan sobat. iptek membuat generasi muda sekarang lupa akan jati dirinya sebagai bangsa indonesia. mereka lebih tertarik mempelajari budaya korea atau barat dibanding dengan budayanya sendiri.

    semoga tulisan sobat, bisa dibaca dan dipahami oleh seluruh kalangan masyarakat.

    ReplyDelete
  3. ya itu kenyataan....

    amiin... terimakasih sudah singgah.. :)

    ReplyDelete
  4. sayang pendidikan sekarang dijadikan lahan bisnis oleh kaum kapitalis

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya.... orng yang seharusnya menjadi panutan... malah masa bodoh dengan hal itu...

      Delete
  5. Bukan main, gan. Share yg bagus. Menjadi "guru" sebenarnya tdklah terlalu sulit. Yg sulit itu menjadi "pendidik" apalagi pendidik profesional.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul kawan.. :)
      terimakasih sudah berkunjung

      Delete
  6. UAN tidak menghargai bakat siswa yang berbeda-beda. Lagi-lagi pendidikan di Indonesia sadar atau tidak di sadari masih fokus pada pendidikan kognitifisme *buat istilah sendiri* hehe padahal disamping kognitif, masih ada afektif dan psikomotorik yang harus di hargai oleh pendidikan di Indonesia. Terimakasih atas catatan inspiratifnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. gi mana pemerintah mau menghargai bakat siswa. jika sekolah hanya dijadikan sebagi bahan uji coba...
      terimakasih sudah berkomentar...

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar anda.